Hipertensi, Jarang Disadari
Data Departemen Kesehatan menunjukkan, tingkat prevalensi hipertensi di Indonesia ditenggarai telah mencapai 17-21 persen dari total penduduk. Sayangnya, kebanyakan masyarakat tidak sadar kalau dirinya terkena hipertensi, lantaran penyakit itu ditandai oleh gejala-gejala khusus.
"Parahnya, kebanyakan dari pengidap tidak menyadari kalau mereka sudah menderita penyakit hipertensi," kata Sekjen Depkes, dr Sjafii Achmad dalam pidato pembukaan seminar tentang pengendalian hipertensi, yang digelar Departemen Kesehatan terkait dengan peringatan Hari Hipertensi Sedunia, di Jakarta, beberapa waktu lalu (2/7/2008).
Data WHO, dari 50 persen penderita hipertensi yang terdeteksi, hanya 25 persen mendapat pengobatan dan hanya 12,5 persen yang dapat diobati dengan baik.
Sjafii Achmad menambahkan, Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 dan data Pola Penyebab Kematian Umum di Indonesia disebutkan, penyakit jantung dan pembuluh darah dianggap sebagai pembunuh nomor wahid di Tanah air. "Umumnya, gangguan jantung dan pembuluh darah berawal dari hipertensi," ucapnya.
Dokter spesialis jantung dari RS Mitra keluarga Kelapa Gading, dr Sari S Mumpuni yang menjadi pembicara pada seminar mengemukakan, hipertensi bukan saja menimbulkan kelainan vaskuler yang menjadi pemicu terjadinya serangan stroke dan jantung, tetapi juga merusak ginjal yang berujung pada cuci darah akibat ginjalnya yang sudah tidak berfungsi.
"Hipertensi juga bisa merusak kerja mata dan menimbulkan kelainan atau gangguan kerja otak, sehingga intelegensia penderita dapat menurun drastik," ujarnya.
Gejala-gejala hipertensi antara lain pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal, dan lain-lain. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal, pendarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak, serta kelumpuhan.
Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg). Sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh nadi (saat jantung mengkerut). Diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung mengembang dan menyedot darah kembali (pembuluh nadi mengempis kosong).
Angka 120 menunjukkan tekanan pada pembuluh arteri ketika jantung berkontraksi. Disebut dengan tekanan sistolik. Angka 80 menunjukkan tekanan ketika jantung sedang berelaksasi. Disebut dengan tekanan diastolik. Sikap yang paling baik untuk mengukur tekanan darah adalah dalam keadaan duduk atau berbaring.
"Tekanan darah normal (normotensif) sangat dibutuhkan untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh, yaitu untuk mengangkut oksigen dan zat-zat gizi," tuturnya.
Oleh karena itu, hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala, yang dapat dilakukan pada waktu check-up kesehatan atau saat periksa ke dokter. Biasanya dokter akan mengecek dua kali atau lebih sebelum menentukan anda terkena tekanan darah tinggi atau tidak.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, natrium memegang peranan penting terhadap timbulnya hipertensi. Natrium dan klorida merupakan ion utama cairan ekstraseluler. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat.
Untuk menormalkannya, cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.
Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan (monosodium glutamat = MSG), dan sodium karbonat.
Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak-memasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam.
Indra perasa kita sejak kanak-kanak telah dibiasakan untuk memiliki ambang batas yang tinggi terhadap rasa asin, sehingga sulit untuk dapat menerima makanan yang agak tawar. Konsumsi garam ini sulit dikontrol, terutama jika kita terbiasa mengonsumsi makanan di luar rumah (warung, restoran, hotel, dan lain-lain).
Sumber natrium yang juga perlu diwaspadai adalah yang berasal dari penyedap masakan (MSG). Budaya penggunaan MSG sudah sampai pada taraf yang sangat mengkhawatirkan. Hampir semua ibu rumah tangga, penjual makanan, dan penyedia jasa katering selalu menggunakannya.
Penggunaan MSG di Indonesia sudah begitu bebasnya, sehingga penjual bakso, bubur ayam, soto, dan lain-lain, dengan seenaknya menambahkannya ke dalam mangkok tanpa takaran yang jelas.
Pengaturan menu bagi penderita hipertensi dapat dilakukan dengan empat cara. Cara pertama adalah diet rendah garam, yang terdiri dari diet ringan (konsumsi garam 3,75-7,5 gram per hari), menengah (1,25-3,75 gram per hari) dan berat (kurang dari 1,25 gram per hari).
Cara kedua, diet rendah kolesterol dan lemak terbatas. Cara ketiga, diet tinggi serat. Dan keempat, diet rendah energi bagi mereka yang kegemukan.
sumber : http://www.perempuan.com
"Parahnya, kebanyakan dari pengidap tidak menyadari kalau mereka sudah menderita penyakit hipertensi," kata Sekjen Depkes, dr Sjafii Achmad dalam pidato pembukaan seminar tentang pengendalian hipertensi, yang digelar Departemen Kesehatan terkait dengan peringatan Hari Hipertensi Sedunia, di Jakarta, beberapa waktu lalu (2/7/2008).
Data WHO, dari 50 persen penderita hipertensi yang terdeteksi, hanya 25 persen mendapat pengobatan dan hanya 12,5 persen yang dapat diobati dengan baik.
Sjafii Achmad menambahkan, Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 dan data Pola Penyebab Kematian Umum di Indonesia disebutkan, penyakit jantung dan pembuluh darah dianggap sebagai pembunuh nomor wahid di Tanah air. "Umumnya, gangguan jantung dan pembuluh darah berawal dari hipertensi," ucapnya.
Dokter spesialis jantung dari RS Mitra keluarga Kelapa Gading, dr Sari S Mumpuni yang menjadi pembicara pada seminar mengemukakan, hipertensi bukan saja menimbulkan kelainan vaskuler yang menjadi pemicu terjadinya serangan stroke dan jantung, tetapi juga merusak ginjal yang berujung pada cuci darah akibat ginjalnya yang sudah tidak berfungsi.
"Hipertensi juga bisa merusak kerja mata dan menimbulkan kelainan atau gangguan kerja otak, sehingga intelegensia penderita dapat menurun drastik," ujarnya.
Gejala-gejala hipertensi antara lain pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal, dan lain-lain. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal, pendarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak, serta kelumpuhan.
Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg). Sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh nadi (saat jantung mengkerut). Diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung mengembang dan menyedot darah kembali (pembuluh nadi mengempis kosong).
Angka 120 menunjukkan tekanan pada pembuluh arteri ketika jantung berkontraksi. Disebut dengan tekanan sistolik. Angka 80 menunjukkan tekanan ketika jantung sedang berelaksasi. Disebut dengan tekanan diastolik. Sikap yang paling baik untuk mengukur tekanan darah adalah dalam keadaan duduk atau berbaring.
"Tekanan darah normal (normotensif) sangat dibutuhkan untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh, yaitu untuk mengangkut oksigen dan zat-zat gizi," tuturnya.
Oleh karena itu, hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala, yang dapat dilakukan pada waktu check-up kesehatan atau saat periksa ke dokter. Biasanya dokter akan mengecek dua kali atau lebih sebelum menentukan anda terkena tekanan darah tinggi atau tidak.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, natrium memegang peranan penting terhadap timbulnya hipertensi. Natrium dan klorida merupakan ion utama cairan ekstraseluler. Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat.
Untuk menormalkannya, cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.
Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan (monosodium glutamat = MSG), dan sodium karbonat.
Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak-memasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam.
Indra perasa kita sejak kanak-kanak telah dibiasakan untuk memiliki ambang batas yang tinggi terhadap rasa asin, sehingga sulit untuk dapat menerima makanan yang agak tawar. Konsumsi garam ini sulit dikontrol, terutama jika kita terbiasa mengonsumsi makanan di luar rumah (warung, restoran, hotel, dan lain-lain).
Sumber natrium yang juga perlu diwaspadai adalah yang berasal dari penyedap masakan (MSG). Budaya penggunaan MSG sudah sampai pada taraf yang sangat mengkhawatirkan. Hampir semua ibu rumah tangga, penjual makanan, dan penyedia jasa katering selalu menggunakannya.
Penggunaan MSG di Indonesia sudah begitu bebasnya, sehingga penjual bakso, bubur ayam, soto, dan lain-lain, dengan seenaknya menambahkannya ke dalam mangkok tanpa takaran yang jelas.
Pengaturan menu bagi penderita hipertensi dapat dilakukan dengan empat cara. Cara pertama adalah diet rendah garam, yang terdiri dari diet ringan (konsumsi garam 3,75-7,5 gram per hari), menengah (1,25-3,75 gram per hari) dan berat (kurang dari 1,25 gram per hari).
Cara kedua, diet rendah kolesterol dan lemak terbatas. Cara ketiga, diet tinggi serat. Dan keempat, diet rendah energi bagi mereka yang kegemukan.
sumber : http://www.perempuan.com
0 Response to "Hipertensi, Jarang Disadari"
Post a Comment